Senin, 08 Mei 2017

Tentang Menjadi "Istri"

Tentang menjadi "istri",
Lagi iseng aja nulis ginian karena pengen aja, sering bahas ginian padahal "masih angan-angan" untuk menjadi "istri". Dari kemarin-kemarin masih kepikiran, banyak unek-unek, banyak saran, banyak kritik, banyak pro dan kontra yg saya alami selama berbincang-bincang dengan orang-orang terdekat saya terkhusus untuk kaum perempuan.

Banyak yg sering cerita dan saya ingin menanyakan pendapat tentang "pernikahan" tentunya menjerumus ke masalah "asmara". Murni bukan karena saya akan menikah atau saya akan menjadi istri dekat-dekat ini, hanya iseng aja (menurut saya) ditengah-tengah melakukan kegiatan serius.
Saya sering mendengar bahkan saya sendiri sering mengatakan "pengen nikah, pengen jadi istri, pengen jadi ibu, pengen di halalin , pengantin pernikahan bla bla bla...calon haha". Teman-teman saya bahkan juga ada yg seperti itu, tapi pendapat dan perspektif orang berbeda-beda. Saya akan bahas dari mulai yg pro dulu ya karena kalau yg kontra kayaknya bahasannya berat.

Buat kalian perempuan yg "merasa" siap untuk dipinang banyakin doa nya semoga disegerakan oleh-Nya. Oke kalau dilihat dari segi Agama terutama Agama yg mayoritas di Indonesia ini, menyarankan "lebih baik dihalalkan daripada mendekati zina karena Allah melarang hal-hal yg mendekati zina... " ini konsep menurut saya kalau dilihat dari segi kepercayaan yg saya anut dan bisa diperkuat dengan pencarian-pencarian ayat, hadis atau menurut ulama hasil Googling. Saya mengerti kalian perempuan yg sering mengatakan "aku pengen nikah aku pengen nikah...", tidak ada yg salah dari ucapan kalian itu. Siapa tau itu doa yg bisa segera di jabah oleh-Nya. Dilihat dari segi agama mayoritas pun itu lebih baik bukan. Kemarin waktu tiba-tiba saya melakukan "dosa" karena nonton FF8 duluan (ini menyebabkan perang dingin antara saya dan best soulmate saya), saya sempat berbincang dengan salah satu teman baik saya yg kebetulan dia ini adalah salah satu cucu Kyai Cukup Terkenal dan Disegani dari Surabaya (dia anak Kyai di Kudus). Ms.S panggilan namanya sama kayak sebutan penyanyi dangdut hehe. Setelah beli tiket dan harus nunggu kurang lebih 2 jam buat nonton, saya dan ms.S ini pergi ke "tempat jajan" sejenak. Karena saya tau dia lagi galau gara-gara mas yg namanya "Riyan" (saya nggak tau yg mana, terakhir dia jadi pembaca Bab 3 pas haul yg didatangi ms.S), akhirnya saya nanyain masalah nikah tentunya karena alasan lain dia sering ngomong pengen nikah. Saya lupa percakapan persisnya seperti apa tapi kurang lebih saya menanyakan tentang hal-hal ini "Bad, bukannya nikah itu ribet ya? Kan setidaknya udah punya pegangan buat hidup setelah nikah, udah siap buat mendidik anak nanti nya, belum lagi nanti kalau suami takutnya lirik sana sini, perempuan kan ada yg lebih pencemburu apalagi udah jadi istri, terus kalau naudzubillah ini takut ada poligami, kalau belum kenal banget sama suami bukannya resiko nya lebih besar lagi...". Dia jawab dengan santai seperti biasanya, "Allah itu udah ngatur semuanya termasuk rejeki, dan biasanya dan kebanyakan yg aku tau setelah nikah Alhamdulillah rejeki malah mengalir lebih. Kalau nanti kita diijinkan suami untuk kerja ya alhamdulillah bisa nambahin pemasukan, penting percaya sama Allah udah ngatur semuanya. Nikah itu menyempurnakan ibadah, ngejauhin zina karena kalau mau ngapa-ngapain sama suami itu halal halal aja. Kalau masalah punya anak itu menurutku, anak itu titipan Allah. Kalau pengen pacaran habis nikah dulu itu masih bisa dilakuin pas udah punya anak, soalnya aku ngeliat ada pasangan yg udah nikah bertahun-tahun tapi belum dikaruniai anak, kan apa salahnya untuk mencoba (ini kemudian bahas tentang kapan "berhubungan" dengan suami, saran yg bagus). Siap nggak siap jadi ibu dan ngedidik anak itu lebih baik praktek nya langsung, nanti juga biasa bisa mendidik anak. Kalau bilang siapin diri dulu aja juga ada benernya, tapi kalau nggak praktek langsung kapan mau bener-bener siap...."

(Menyeruput es Americano) ".... aku tipe perempuan yg pencemburu, tapi selama kita bisa menjaga penampilan di depan suami, kayaknya resiko suami liat kanan kiri kecil. Kalau punya uneg-uneg sama suami ya bisa aja nanti pas doa bareng habis jamaah dikeras-kerasin suaranya, kamu ngertikan aku suka ngasih kode haha... Untuk masalah poligami ya, ini susah bahasannya. Aku nggak pengen di poligami, balik lagi ke menjaga penampilan diri tadi. Doa nya ya satu aja sampai meninggal nanti ...." Kemudian kami membahas tentang perjodohan.

Itu tadi yg pro sama nikah, ini saya menemukan beberapa teman diskusi perempuan yg dari bahasannya kontra dari "menjadi istri di usia muda"... Sebagai mahasiswa terutama mahasiswa tingkat akhir ini ternyata mereka memiliki pemikiran yg berbeda dengan yg keburu pengen nikah. Ada yg khawatir persis dengan pertanyaan yg saya ajukan sebelumnya kepada ms.S. Namun ada juga yg menurut saya mereka menggunakan "pemikiran rasional" kalau dikaitan dengan kondisi saat ini.

"Suka sebel sama pemikiran perempuan yg keburu minta dihalalin, apalagi nggak si laki nggak si cewek ini duit masih minta orang tua. Mau dikasih makan apa nanti habis nikah, duit dari orang tua? (Kemudian dia cerita orang tuanya dulu masih belum punya ketika setelah menikah dan ingin mandiri). Mbok ya sabar dulu, kuliah yg bener, ndang lulus, cari kerja dulu buat nabung, nabungin juga buat anak nanti biar nggak bingung besok makan apa. Dikira nikah gampang ? Belum lagi kalau sama-sama pemikirannya masih kayak bocah, cek-cok terus mau cerai? Kasian tu pada bocah-bocah". Terus ada yg lebih bijak lagi sih kontra sama "pengen nikah muda", dia bilang pas main-main di kos dan seperti biasa saling tukar pendapat "Iya emang enak kalau udah nikah bisa ngapa-ngapain sama suami, mau pelukan, mau ciuman, atau mau ehem juga halal-halal saja. Tapi kan ada yg bilang kalau "kualitas pasanganmu sama dengan kualitasmu", ini bisa dijabarkan dengan berbagai sudut pandang sih, kalau menurutku perbaiki dan buat dulu aja kualitas diri sendiri sambil menunggu "yg pantas dan tepat datang". Misalnya punya pendidikan yg bagus, punya karir yg lumayan bisa membantu finansial keluarga kecil nanti, apalagi tentang kedekatan diri dengan Sang Pencipta". Kemudian berakhir dengan anggukan setuju, karena Rejeki, Jodoh dan Mati sudah ada Yang Mengatur secara adil-adilnya, persiapkan dan pasrhkan saja kepada-Nya.

Jadi keinget ada laki-laki yg bilang "jangan pikirin cinta-cintaan, kuliahmu gak guna"... iyasih sepertinya laki-laki mulai mengagumi perempuan berkarir, meskipun nggak semua laki-laki menginginkan istrinya sibuk berkarir. Pasarahkan saja .... :)

Jaga "Kerudungmu" Mbak

Tetiba merasakan sedih :(
Sekedar berbagi cerita saja sobat,
Ini jelas perintah untuk "perempuan" yg memiliki kepercayaan "Mayoritas" di Indonesia untuk "menutup aurat" dan wajib untuk yg sudah baligh (bisa di baca di sini -> atau sumber lainnya http://www.duniaislam.org/17/11/2014/perintah-dan-hukum-memakai-jilbab-bagi-wanita-muslim/).


Beberapa kali saya melihat "snapgram" atau "storygram" beberapa teman saya yg lagi maen tapi melepaskan "kerudungnya" (bisa dilihat disini apa itu hijab, jilbab, khimar atau kerudung disini atai sumber lainnya -> http://www.duniaislam.org/02/02/2015/perbedaan-hijab-jilbab-khimar-dan-kerudung/).

Kenapa ya saya sedih ketika melihat rambut mereka terurai apalagi berada disekitar banyak yg bukan mukhrimnya. Saya tidak melakukan "judge" karena saya sendiri masih merasa belum benar dan dalam proses belajar untuk menutup aurat. Tapi bagi saya, ketika sudah memutuskan untuk "berkerudung" setidaknya konsisten jangan melepaskan di tempat umum yg ramai. Saya bukan tipe orang yg terlalu fokus dan "harus" pada sesuatu apalagi tentang "kepercayaan (re:agama)". Saya suka kebebasan, tapi saya mengharapkan ke "konsistenan" terhadap "kerudung" karena urusan kita dengan perintah Tuhan. Masa iya sudah ditutup tiba-tiba dibuka lagi, rasanya kayak membuka luka lama gitu haha (canda aja biar nggak yegang keseriusan). Bukankah sudah cukup bagus ketika memakai "kerudung" disertai penggunaan pakaian panjang ya meskipun masih ketat atau nerawang setidaknya sudah mau belajar untuk "menutup".


"Astaga mbak, pada kemana kerudungnya ...?"
"Masih di cuci fee ..wkwk"
"Ah bisa aja mbak ini"
"Wkwk"
Itu hanya mengingatkan loh ya, bukan menyindir atau "mengharuskan", sebagai seseorang yg termasuk makhluk sosialis (katanya manusia sebagai makhluk sosial) dan yg memiliki "kepercayaan" sama :)


dunia semakin menua ....
Mbak mbak jaga kerudungnya...
Ayo belajar bersama....
Menjaga dan menutup aurat....
Yg belum mencoba mari mulai bersama....
Karena ini perintah "kepercayaan" kita untuk menjadi lebih baik :)